WhatsApp Image 2024-02-07 at 19.33.04_8501907b
previous arrow
next arrow
xr:d:DAF-4xttWGo:71,j:1941474905019999148,t:24040103
previous arrow
next arrow

Praktik Kotak Kosong Dalam Pesta Demokrasi Pilkada 2024

Praktik Kotak Kosong Dalam Pesta Demokrasi Pilkada 2024

Penulis : Benediktus Flori

JENDELA KOPPINEWS, BABEL- alam pilkada 2024 kotak kosong menjadi salah satu fenomena yang beberapa belakangan ini sering dibahas, kotak kosong dianggap sebagai salah satu bentuk bahwa sudah mundurnya demokrasi kita di indonesia, bagaimana tidak hal ini tentu menjadi pesta demokrasi yang tidak ideal, dimana yang seharusnya calon kepala daerah itu bisa adu gagasan tetapi ini tidak ada karena calon kepala daerah tidak memliki lawan dalam pencalonan disebabkan suatu daerah hanya memiliki calon tunggal dengan koalisi partai yang gemuk dan ingin menang dengan cepat, jadi bisa dipastikan bahwa Pemilu pemilihan Kepala Daerah ini hanya sebatas formalitas saja.

Menurut data pada tahun 2020 terdapat 25 daerah yang melawan kotak kosong, sedangkan ditahun 2024 ini terdapat 43 daerah yang berpotensi melawan kotak kosong sehingga KPU RI melakukan perpanjangan pendaftaran hingga ahkirnya 2 daerah yang bertambah calon kepala daerahnya sehingga hasil ahkirnya 41 daerah yang melawan kotak kosong yang terdapat pada 1 Provinsi, 35 Kabupaten, dan 5 Kota, di Bangka Belitung sendiri terdapat 2 Kabupaten dan 1 kota yang melawan kotak kosong yakni Kabupaten Bangka Selatan, kabupaten Bangka, dan Kota Pangkalpinang, data ini membuktikan bahwasannya sudah banyak dan semakin meningkat daerah-daerah yang dirasa demokrasinya sudah mulai mengalami kemunduran.

Fenomena kotak kosong muncul karena mayoritas partai politik pada suatu daerah sepakat dalam mengusung dan mencalonkan pemimpin kepala daerah yang sama sehingga terjadi koalisi yang begitu gemuk, walaupun ada beberapa partai yang tidak mencalonkan paslon yang sama, namun tetap saja partai mereka tidak bisa mencalonkan paslon karena tidak memenuhi ambang batas yang sudah di atur oleh UU sebagai salah satu persyaratan dalam mencalonkan kepala daerah.

Baca juga  Jika Terpilih, Hidayat Arsani Akan Mulai Bekerja Dari Sektor Kesehatan BPJS Gratis

Walaupun Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang penurunan ambang batas pencalonan kepala daerah di tengah tren koalisi gemuk di berbagai daerah pemilihan yang berarti telah membuka peluang bagi partai-partai politik untuk lebih leluasa mengusung calonnya sendiri tanpa harus berkoalisi, namun sayangnya masih banyak partai yang tidak memanfaatkan peluang tersebut.

Ada banyak perspektif mengenai kenapa suatu daerah bisa memiliki calon tunggal,diantarnya ada dua alasan kenapa ini bisa terjadi, yang pertama calon yang diusung oleh partai politik tersebut dianggap sebagai calon yang terbaik, kemudian yang kedua alasan lainnya adalah praktik kartel politik yang berarti ada udang dibalik batu, maksudnya ada sesuatu yang di iming-imingi lebih menarik sehingga daripada bekerja keras mengeluarkan uang lebih baik bisa mendapatkan bagian yang inginkan karena pada kenyataannya maju kedalam pemilu itu tidak mengeluarkan biaya yang begitu sedikit tetapi sebaliknya.

Kalau kita melihat sebenarnya Pilkada yang melawan kotak kosong ini tidaklah seimbang karena kita tidak bisa melihat bagaiamana calon itu berlomba-lomba menyampaikan visi-misi dan berinteraksi langsung dengan masyarakat serta menyampaikan gagasan yang menarik sehingga kita tidak bisa membandingkannya Karena kotak kosong adalah benda mati yang tida bisa melakukan interaksi dengan masyarkat, tetapi memilh kotak kosong juga bukan pilihan yang salah, serta bukan bagian dari golongan putih (golput) yang berarti jika kita merasa bahwa calon yang maju dalam pilkada tersebut tidak bisa memimpin suatu daerah itu maka memilih kotak kosong adalah pilihan yang baik dari pada golput.

Tetapi juga sebenarnya banyak masyarakat yang ingin dipimpin oleh pemimpin yang baru jika petahana suatu kepala daerah maju dengan koalisi yang gemuk, karena pengusung calon kepala daerah itu adalah petinggi-petinggi partai politik, maka tak heran juga jika banyak masyarakat yang menjadi relawan kotak kosong serta melakukan aksi dan kampanye mengenai kotak kosong dan berada pada tim perubahan dalam artian memiliki pemimpin yang baru, bukan petahana yang maju kembali.

Baca juga  Warga Basel Tergabung Dari 8 Kecamatan Ajak Silahturahmi Cagub Hidayat Arsani 

Bagaimana jika seharusnya partisipasi masyarakat dalam pemilu ini bukan sekedar memilih calon yang sudah ada dan sudah didaftarkan tetapi masyarkat juga dilibatkan dalam menentukan calon kepala daerah yang akan dicalonkan, sehingga masyarakat bisa memilih dengan calon yang mereka usung dan inginkan, bukan memilih calon yang diusung dan diinginkn oleh petinggi partai-partai politik, karena yang diinginkan demokrasi bukan hanya sekedar hasil ahkir yang sudah diterbitkan dengan kebijakan yang ada lalu masyarakat memilihnya, sehingga bisa dikatakaan ini adalah Demokrasi yang abal-abal karena fenomena ini seolah-olah masyarakat dilibatkan padahal masyarakat sudah terjebak dengan pilihan yang ada, karena memang seharusnya calon itu diusul atas keinginan rakyat bukan petinggi partai politik, bagaimana jika calon yang dicalonkan petinggi partai politik itu adalah calon yang tidak dinginkan oleh masyarakat? Sungguh miris bukan.

Sehingga sebagai pemilih yang bijak, terutama pada daerah yang terdapat calon tunggal dan atau terdapat kotak kosong, maka sudah.

Seharusnya kita bisa bijak memilih, jika kita rasa calon tunggal itu bisa memimpin daerah kita, maka pilihlah, jika kita merasa kotak kosong adalah pilihan yang tepat karena calon tunggal dirasa kurang tepat, maka kotak kosong adalah pilihannya. (Red).




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *