WhatsApp Image 2024-02-07 at 19.33.04_8501907b
previous arrow
next arrow
xr:d:DAF-4xttWGo:71,j:1941474905019999148,t:24040103
previous arrow
next arrow

Bahasa Indonesia: Fondasi Komunikasi dalam Perencanaan Wilayah dan Kota

Penulis : Monica Allysa Dameria Silitonga. 

KOPPINEWS.COM, BABEL- Dalam ranah keilmuan Perencanaan Wilayah dan Kota, kemampuan teknis seperti analisis spasial, desain tata ruang, dan pemahaman kebijakan pembangunan memang sangat penting. Namun, di balik semua itu, terdapat satu elemen fundamental yang kerap luput dari perhatian: bahasa. Sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi dalam dunia akademik dan pemerintahan, Bahasa Indonesia memiliki peran strategis dalam mendukung praktik perencanaan yang efektif dan partisipatif.

Perencanaan wilayah dan kota bukan sekadar menyusun peta zonasi atau merancang infrastruktur. Lebih dari itu, ia merupakan proses dialog antara berbagai pemangku kepentingan: perencana, masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Dalam konteks ini, Bahasa Indonesia menjadi alat utama untuk menyampaikan ide, menjelaskan data, serta merumuskan kebijakan secara jelas dan dapat dipahami semua kalangan.

Baca juga  Rencana Kota, Bahasa Siapa?

Penguasaan Bahasa Indonesia yang baik memungkinkan seorang perencana menyusun dokumen perencanaan seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), kajian lingkungan, atau laporan sosial ekonomi dengan bahasa yang lugas, logis, dan sistematis. Ketepatan pemilihan kata, struktur kalimat, serta kohesi antarparagraf sangat menentukan bagaimana sebuah gagasan diterima dan dipahami.

Lebih jauh, keterampilan berbahasa juga sangat penting dalam membangun komunikasi dua arah dengan masyarakat maupun stakeholder terkait. Salah satu prinsip utama dalam perencanaan modern adalah partisipasi publik. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang inklusif, yang melibatkan suara warga dalam setiap tahapan. Di sinilah peran Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu menjadi nyata. Perencana harus mampu berdialog dengan warga dari berbagai latar belakang pendidikan dan budaya, menggunakan bahasa yang santun, mudah dipahami, namun tetap profesional.

Baca juga  Kantor Urusan Agama (KUA) Batu Ampar Mengadakam Apel Pagi

Dalam konteks akademik, mahasiswa jurusan PWK dituntut untuk menulis karya ilmiah, proposal penelitian, dan laporan observasi lapangan. Semua ini memerlukan kemampuan menulis dengan struktur yang baik dan gaya bahasa ilmiah yang sesuai. Bahasa Indonesia, sebagai bahasa pengantar di perguruan tinggi, menjadi alat berpikir sekaligus media ekspresi intelektual.

Maka, keterampilan berbahasa bukan sekadar pelengkap, melainkan pondasi dari praktik perencanaan yang beretika dan berkelanjutan. Tanpa kemampuan bahasa yang mumpuni, gagasan besar akan kehilangan makna, dan komunikasi antarpihak akan Terhambat. (Red).




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *